Antologi Puisi "Remang Petualang"
Sampul |
Kata Pengantar
Dalam perspektif antropologis-psikologis,
kepribadian manusia dalam posisinya sebagai makhluk budaya, terproyeksi dalam
eksistensi cipta, karsa, dan karya. Trilogi individualitas manusia ini,
menjadikan manusia tidak hanya sebagai makhluk berbudaya—memiliki kebudayaan— an
sich, melainkan lebih jauh lagi, sebagai pencipta, pelestari, dan
pengembang kebudayaan, terutama dalam kaitannya sebagai usaha penyelarasan
terhadap berbagai persoalan kemanusiaan aktual. Dengan demikian, kebudayaan
bukan produk manusia yang bersifat statis, tetapi bersifat dinamis.
Salah satu komponen kebudayaan yang dinamis
tersebut adalah seni. Pada konteks ini, seni secara khusus merujuk pada karya
puisi, yang merupakan salah satu jenis karya dari seni sastra. Secara historis,
puisi tidak pernah sepi dari perkembangannya, terutama pencapaian-pencapaian
baru, baik dalam aspek tema, gaya bahasa, tipografi, dan sebagainya, yang
kesemuanya tidak bisa dilepaskan dari sisi historisitasnya. Hal ini, paling
tidak, disebabkan oleh dua hal, yaitu pertama, manusia sebagai makhluk
yang kreatif dan inovatif dalam hidup dan kehidupannya. Kedua,
universalitas puisi. Dalam hal ini, puisi—sebagaimana karya seni
lainnya—merupakan karya yang “luas”, seluas hidup dan kehidupan manusia. Di samping
itu, puisi adalah milik semua manusia, di mana dalam kondisi tertentu, manusia
berkelindan dalam moment-moment puitika.
Dalam kehidupan manusia, moment puitika
bisa hadir kapan saja dan di mana saja, dan merupakan “ruang sekaligus bahan
dasar” dalam proses penciptaan sebuah karya puisi. Dari kehadirannya, semua
tergantung pada manusia itu sendiri. Berkehendak atau tidak,
mengkonstruksikannya menjadi karya puisi. Kebanyakan manusia membiarkan dan
melepaskan begitu saja moment puitika tersebut, dan sedikit sekali yang
“menjadikannya abadi”.
Abidatul Lailiyah, Ikhwanus Sholihin,
Khusnul Qoriah, Nike Surya Indra W, Nur Fitriyah Andriani, Putri Prastiwi—, merupakan
sedikit di antara mereka yang mengabadikan moment puitika tersebut dengan kehadiran
kumpulan puisi “Remang Petualang”.
Sebagai catatan awal proses mereka dalam kelindan belantara puisi,
kumpulan ini laiknya pagi yang beranjak, menyibak remang lazuardi dengan
gurat-gurat cahaya.
Remang petualang, tidak bisa tidak,
merupakan proyeksi dari garis-garis kehidupan keenamnya yang masih berusia
remaja. Dalam perspektif psikologis, remaja mengarah pada masa peralihan atau
transisi menuju dewasa, dengan kompleksitasnya, baik fisik, psikis, sosial,
filosofis, kognitif, dan sebagainya. Karena itu, kumpulan puisi ini dapat
dikatakan sebagai sepai-sepai proses petualangan dan eksplorasi dari
kompleksitas di atas, yang di dalamnya terkandung sebuah kesadaran baru terkait
hidup dan kehidupan keenamnya, yang tentunya memiliki implikasi terhadap langkah-langkah
berikutnya.
Pada dasarnya, puisi adalah konstruksi yang
sudah jadi, atau dengan kata lain, penyair sudah mempercayakan karya tersebut
sebagai bentuk ideal dari pergumulannya dalam wilayah puitika. Terlepas dari kualitas
karya-karya mereka dalam kumpulan puisi ini—, di mana para pembaca adalah
“pemilik asli” apresiasi dan kritik— inilah Remang Petualang, yang tidak
lain adalah suatu proses menuju puncaknya; benderang petualang. (*)
Lamongan,
11 Juli 2012
DAFTAR ISI
Pengantar
Daftar
Isi
ABIDATUL
LAILIYAH
Sajak
di Ujung Malam 1
Lengkungan
Lembah Nestapa 2
Suasana
di Pucuk Senja 3
Lautan
Biru 4
Kau
dan Dia 5
Aroma
Nestapa 6
Menunggu
dan Menanti 7
Subuh
8
IKHWANUS
SHOLIHIN
Shalat
9
Senja
10
Berdiri
Tegak 11
Bumiku
Tersayang 12
Lembaran
Baru 13
Keresahan
Hati 14
Pagi
Hari 15
Layang-layang
16
Kesedihan
17
Sesal
18
KHUSNUL
QORIAH
Arti
Persahabatan 19
Bulan
Sabit 20
Ibu
21
Senja
22
Di
Balik Layar Hitam 23
Embun
Pagi 24
Mata-mata
25
Gambaran
Kehidupan 26
Sunyi
27
Alam
28
Asa
29
Rindu
30
NIKE
SURYA INDRA W
Musik
31
Pelangi
32
Buku
33
Udara
34
Kasih
35
Terbayang-bayang
36
Suara
Hati 37
Sepi
38
Tersakiti
39
Sahabat
40
Hidup
41
Bintang
42
Air
Mata 43
NUR
FITRIYAH ANDRIANI
Restu
Bumi 44
Hening
45
Sujud
46
Berilusi
47
Cinta
Allah 48
Penyesalan
49
Tubuh
yang Karam 50
PUTRI
PRASTIWI
Kisah
Hidupku 51
Sesal
Untuk Ibu 52
Freedom
53
Remang
Petualang 54
Harap
Sujudku 55
Sajak-Mu
56
Tentang
Tertulis dan Ditulis 57
Kelabu
di Atas Putih 58
Doa
Pengobral Dosa 59
Akhir
Musim 60
Ketika
Manusia Bertanya 61
Berbalut
Hangus dan Hitam 62
Hasrat
63
Tuna
Netra 64
Pemberontakan
Alam 65
Tidak ada komentar:
Posting Komentar